Rabu, 24 September 2014

tentang diriku

hey teman teman nama ku muh faqih suardi saya berasal dari sulawesi selatan dan di sulawesi selatan aku bertempat di kabupaten taana toraja yang penuh degan berbagai sejarah sejarah dan adat budaya dan mempunyai berbagi objjek  wisata 
ruma adat tana toraja

acara pada saat penguburan


dan di toraja sangat menghargai orang yang yang meningal dunia dan adat toraja bisa manjalan kan mayat saya sangat sering ditanya oleh teman2 tentang uniknya kebudayaan Tana toraja khususnya tentang fenomena mayat berjalan. saya sendiri lahir dan tumbuh besar di Tana Toraja sehingga saya mengetahui tentang adat & kebudayaan di Tana Toraja walaupun tidak menguasai secara keseluruhan tentang asal usul dan segala macam tetek bengek adat Toraja.
Cerita mayat berjalan sudah ada sejak dahulu kala. ratusan tahun yang lalu konon terjadi perang saudara di Tana toraja yakni orang Toraja Barat berperang melawan orang Toraja Timur. dalam peperangan tersebut orang Toraja Barat kalah telak karena sebagian besar dari mereka tewas, tetapi pada saat akan pulang ke kampung mereka seluruh mayat orang Toraja Barat berjalan, sedangkan orang Toraja Timur walaupun hanya sedikit yang tewas tetapi mereka menggotong mayat saudara mereka yang mati, karena kejadian tersebut maka peperangan tersebut dianggap seri. pada keturunan selanjutnya orang-orang Toraja sering menguburkan mayatnya dengan cara mayat tersebut berjalan sendiri ke liang kuburnya.

Perkembangan Teknologi

Perkembangan Teknologi
A. Pengertian Teknologi
Teknologi merupakan ilmu yang menggali berbagai ilmu terapan. Teknologi juga sering dipakai untuk menyebut berbagai jenis peralatan yang mempermudah hidup kita. Jadi teknologi dapat beruwujud ilmu dapat pula berupa peralatan.
B. Jenis Teknologi
1. Teknologi peralatan rumah tangga
Contoh teknologi peralatan rumah tangga adalah lampu, jam dinding, mesin cuci, mesin penghisap debu, kompor gas, kipas angin, pemotong rumput dan lain sebagainya.
2. Teknologi produksi
Contoh teknologi produksi adalah mesin traktor, mesin pemintal benang, mesin penggiling padi, mesin pemotong kayu dan lain sebagainya.
3. Teknologi transportasiContoh teknologi transportasi adalah sepeda motor, kereta api, mobil, kapal laut dan pesawat terbang.
4. Teknologi komunikasi
Contoh teknologi komunikasi adalah radio, televisi, telepon dan internet.
Contoh Perkembangan Teknologi

C. Perkembangan Teknologi
1. Perkembangan Teknologi Produksi
Teknologi produksi merupakan alat dan cara yang digunakan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa. Meliputi teknologi produksi makanan dan obat-obatan, pakaian, dan bahan bangunan.
2. Perkembangan Teknologi Komunikasi
Komunikasi merupakan kegiatan mengirim dan menerima pesan. Meliputi : Komunikasi lisan, tertulis, dan isyarat.
3. Perkembangan Teknologi Transportasi
Transportasi sama dengan pengangkutan. Mengangkut adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Alat transportasi adalah alat yang digunakan untuk mengangkut penumpang atau barang. Dengan berkembanganya ilmu pengetahuan teknologi, transportasi sekarang mengalami perubahan pesat, baik transportasi darat, air, dan udara.
D. Kelebihan dan Kekurangan Teknologi
Teknologi masa lalu maupun masa kini memiliki kelebihan dan kelemahan.
1. Teknologi masa lalu
Kelebihannya : memakai tenaga manusia, hewan, dan angin serta bebas polusi.
Kelemahannya : lambat dan tidak praktis.
2. Teknologi masa kini
Kelebihannya : cepat, mudah digunakan
Kekurangannya : menimbulkan polusi

Ekonomi Syariah

 Ekonomi Syariah Islam bertujuan menciptakannya perekonomian yang maju,  menekankan keadilan, mengajarkan konsep yang unggul dalam menghadapi gejolak moneter dibanding sistem konvensional.
    Sistem ekonomi Islam yang diwakili lembaga perbankan syari’ah telah menunjukkan ketangguhannya bisa bertahan karena ia menggunakan sistemi hasil sehingga tidak mengalami negative spread sebagaimana bank-bank konvensional. Bahkan perbankan syariah semakin berkembang di masa-masa yang sangat sulit tersebut. 

          Aplikasi ekonomi Islam bukanlah untuk kepentingan ummat Islam saja. Penilaian sektarianisme bagi penerapan ekonomi Islam seperti itu sangat keliru, sebab ekonomi Islam yang konsen pada penegakan prinsip keadilan  dan membawa rahmat untuk semua orang tidak diperuntukkan bagi ummat Islam saja, dan karena itu ekonomi Islam bersifat inklusif.
Ekonomi  Syariah  merupakan  ilmu   pengetahuan  social   yang  mempelajari
     masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh  nilai-nilai  islam.  Ekonomi           
     syariah   berbeda   dari  kapitalisme,  sosialisme,  maupun   negara   kesejahteraan
     (Welfare State).  Berbeda dari  kapitalisme  karena  Islam  menentang  eksploitasi  
     oleh  pemilik  modal  terhadap  buruh  yang  miskin,  dan  melarang  penumpukan
     kekayaan.  Selain  itu,  ekonomi  dalam   kaca  mata  Islam   merupakan   tuntutan
     kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
     Perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia demikian cepat, khususnya perbankan, asuransi dan pasar modal. Jika pada tahun 1990-an jumlah kantor layanan perbankan syariah masih belasan, maka tahun 2000an, jumlah kantor pelayanan lembaga keuangan syariah itu melebihi enam ratusan yang tersebar di seluruh  Indonesia. Lembaga asuransi syariah pada tahun 1994 hanya dua buah yakni Asuransi Takaful Keluarga dan Takaful Umum, kini telah berjumlah 34 lembaga asuransi syariah (Data AASI 2006). Demikian pula obligasi syariah tumbuh pesat mengimbangi asuransi dan perbankan syariah.
     Para praktisi ekonomi syari’ah, masyarakat dan pemerintah (regulator) membutuhkan fatwa-fatwa syariah dari lembaga ulama (MUI) berkaitan dengan praktek dan produk di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut. Perkembangan lembaga keuangan syariah yang demikian cepat harus  diimbangi dengan fatwa-fatwa hukum syari’ah yang valid dan akurat, agar seluruh produknya memiliki landasan yang kuat secara syari’ah.                                         

Universitas Muhammadiyah Malang

Sejarah Singkat UMM
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berdiri pada tahun 1964, atas prakarsa tokoh-tokoh dan Pimpinan Muhammadiyah Daerah Malang. Pada awal berdirinya Universitas Muhammadiyah Malang merupakan cabang dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, yang didirikan oleh Yayasan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Jakarta dengan Akte Notaris R. Sihojo Wongsowidjojo di Jakarta No. 71 tang-gal 19 Juni 1963.
Pada waktu itu, Universitas Muhammadiyah Malang mempunyai 3 (tiga) fakultas, yaitu (1) Fakultas Ekonomi, (2) Fakultas Hukum, dan (3) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Pendidikan Agama. Ketiga fakultas ini mendapat status Terdaftar dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi pada tahun 1966 dengan Surat Keputusan Nomor 68/B-Swt/p/1966 tertanggal 30 Desember 1966.
 
Pada tanggal 1 Juli 1968 Universitas Muhammadiyah Malang resmi menjadi universitas yang berdiri sendiri (terpisah dari Universitas Muhammadiyah Jakarta), yang penyelenggaraannya berada di tangan Yayasan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Malang, dengan Akte Notaris R. Sudiono, No. 2 tertanggal 1 Juli 1968. Pada perkembangan berikutnya akte ini kemudian diperbaharui dengan Akte Notaris G. Kamarudzaman No. 7 Tanggal 6 Juni 1975, dan diperbaharui lagi dengan Akte Notaris Kumalasari, S.H. No. 026 tanggal 24 November 1988 dan didaftar pada Pengadilan Malang Negeri No. 88/PP/YYS/ XI/ 1988 tanggal 28 November 1988.
 
Pada tahun 1968, Universitas Muhammadiyah Malang menambah fakultas baru, yaitu Fakultas Kesejahteraan Sosial yang merupakan fi‘lial dari Fakultas Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dengan demikian, pada saat itu Universitas Muhammadiyah Malang telah memiliki empat fakultas. Selain itu, FKIP Jurusan Pendidikan Agama mendaftarkan diri sebagai Fakultas Agama yang berada dalam naungan Departemen Agama dengan nama Fakultas Tarbiyah.
 
Pada tahun 1970 Fakultas Tarbiyah ini mendapatkan status yang sama dengan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (IAIN), dengan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 50 Tahun 1970. Pada tahun ini pula Fakultas Kesejahteraan Sosial mengubah namanya menjadi Fakultas Ilmu Sosial dengan Jurusan Kesejahteraan Sosial. Kemudian pada tahun 1975 Fakultas ini resmi berdiri sendiri (terpisah dari Universitas Muhammadiyah Jakarta) dengan Surat Keputusan Terdaftar Nomor 022 A/1/1975 tanggal 16 April 1975.
Fakultas yang kemudian ditambahkan adalah Fakultas Teknik, yaitu pada tahun 1977. Pada tahun 1980 dibuka pula Fakultas Pertanian, kemudian menyusul Fakultas Peternakan. Antara tahun 1983 sampai dengan 1993, ditambahkan jurusan-jurusan baru dan ditingkatkan status jurusan-jurusan yang suudah ada. Yang terakhir, pada tahun 1993 Universitas Muhammadiyah Malang membuka ProgramPascasarjana Program Studi Magister Manajemen dan Magister Sosiologi Pedesaan
. 
Sampai tahun akademik 1994/1995 ini, Universitas Muhammadiyah Malang telah memiliki 9 fakultas dan 25 jurusan/program studi tingkat strata Si, dua program studi strata-S2, dan satu akademi /strata-D3 Keperawatan.
Pada rentang tiga puluh tahun perjalanan UMM ini (1964- 1994), perkembangan yang paling berarti dimulai pada tahun 1983-an. Sejak saat itu dan seterusnya UMM mencatat perkembangan yang sangat mengesankan, balk dalam bidang peningkatan status Jurusan, dalam pembenahan administrasi, penambahan sarana dan fasilitas kampus, maupun penambahan dan peningkatan kualitas tenaga pengelolanya (administrasi dan akademik).  Tahun 2009, UMM menggabungkan Fakultas Pertanian dan Fakultas Peternakan-Perikanan menjadiFakultas Pertanian dan Peternakan agar sesuai dengan konsorsium Ilmu-ilmu Pertanian.
Dalam bidang sarana fisik dan fasilitas akademik, kini telah tersedia tiga buah kampus: Kampus I di Jalan Bandung No. 1, Kampus II di Jalan Bendungan Sutami No. 188a, dan Kampus III (Kampus Terpadu) di Jalan Raya Tlogo Mas. Dalam bidang peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga akademik, telah dilakukan (1) rekruitmen dosen-dosen muda yang berasal dari berbagai perguruan tinggi terkemuka di pulau Jawa, (2) Peningkatan kualitas para dosen dengan mengirim mereka untuk studi lanjut (S2 dan S3) di dalam maupun di luar negeri.
Berkat perjuangan yang tidak mengenal berhenti ini, maka kini Universitas Muhammadiyah Malang sudah menjelma ke arah perguruan tinggi alternatif. Hal ini sudah diakui pula oleh Koordinator Kopertis Wilayah VII  yang pada pidato resminya pada wisuda sarjana Universitas Muhammadiyah Malang tanggal 11 Juli 1992, mengemukakan bahwa UMM tergolong perguruan tinggi yang besar dan berprospek untuk menjadi perguruan tinggi masa depan.
Dengan kondisi yang terus ditingkatkan, kini Universitas Muhammadiyah Malang dengan bangga tetapi rendah hati siap menyongsong masa depan, untuk ikut serta dalam tugas bersama "mencerdaskan kehidupan bangsa" dan "membangun manusia Indonesia seutuhnya" dalam menuju menjadi bangsa Indonesia yang bermartabat dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Minggu, 21 September 2014

A. Asal-Usul Dan Perkembangan Kerajaan Gowa

1. Masa Sebelum Tumanurung


Sebelum zaman Tumanurung, ada empat raja yang pernah mengendalikan Pemerintahan Gowa yakni : Batara Guru, saudara Batara Guru yang dibunuh oleh Tatali (tak diketahui nama aslinya), Ratu Sapu atau Marancai dan Karaeng Katangka (Nama aslinya tak diketahui). 
Keempat raja tersebut tak diketahui asal-usulnya serta masa pemerintahannya. Tapi mungkin pada masa itu, Gowa purba terdiri dari 9 kasuwiang ( kasuwiyang salapang) mungkin pula lebih yang dikepalai seorang penguasa sebagai raja kecil. Setelah pemerintahan Karaeng katangka, maka sembilan kerajaan kecil bergabung dalam bentuk pemerintahan federasi yang diketuai oleh Paccalaya. 


2.Masa Tumanurung


Berdasarkan hasil penelitian sejarah, baik melalui lontarak maupun cerita yang berkembang di masyarakat, dapat diketahui bahwa munculnya nama Gowa dimulai pada tahun 1320, yakni pada masa pemerintahan Raja Gowa pertama bernama Tumanurunga. 
500 × 201 - gowa-negeri1001cerita.blogspot.com



Konon, sebelum Tumanurunga hadir di Butta Gowa, ada sembilan negeri kecil yang kini lebih dikenal dengan istilah Kasuwiang Salapanga yakni : Kasuwiang Tombolo, Lakiung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne, Bisei, Kalling dan Sero. Kesembilan negeri tersebut mengikatkan diri dalam bentuk persekutuan atau pemerintahan federasi dibawa pengawasan Paccallaya (Ketua Dewan Pemisah). 


Walaupun mereka bersatu, tetapi ke sembilan negeri tersebut sering dilanda perang saudara antara Gowa di bagian utara dan Gowa di bagian selatan. Paccallaya sebagai ketua federasi tak sanggup mengatasi peperangan tersebut. Hal tersebut karena Paccallaya hanya berfungsi sebagai lambang yang tidak memiliki pengaruh kuat terhadap anggota persekutuan yang masing-masing punya hak otonom.
450 × 300 - indonesiakaya.com

Untuk mengatasi perang saudara tersebut, diperlukan seorang pemimpin yang kharismatik dan dapat diterima oleh kesembilan kelompok tersebut. Terdengarlah berita orang Paccallaya, bahwa ada seorang putri yang turun di atas bukit Tamalate tepatnya di Taka’bassia. Saat penantian, orang-orang yang berada di Bonto Biraeng melihat seberkas cahaya dari utara bergerak perlahan-lahan turun menuju Taka’bassia. 


Kejadian itu cepat diketahui oleh Gallarang Mangasa dan bolo yang memang diserahi tugas mencari tokoh yang bisa menjadi pemersatu kaum yang berseteru itu. Paccalaya bersama ke sembilan kasuwiang bergegas ke Taka’bassia. Di sana mereka duduk mengelilingi cahaya sambil bertafakur. Cahaya itu kemudian menjelma menjadi seorang putri yang cantik jelita disertai pakaian kebesarannya antara lain berupa mahkota.

Baik Paccalaya maupun Kasuwiang tak mengetahui nama putri tersebut, sehingga mereka sepakat memberi nama Tumanurung Bainea atau Tumanurung, artinya orang (wanita) yang tidak diketahui asal usulnya. 

Karena putri ratu tersebut memiliki keajaiban, Paccalaya dan Kasuwiang Salapang sepakat untuk mengangkat Tumanurung sebagai rajanya. Paccalaya kemudian mendekati Tumanurunga seraya bersembah 320 × 232 - blora-indonesia.blogspot.com“Sombangku!” (Tuanku), kami datang semua ke hadapan sombangku, kiranya sombangku sudi menetap di negeri kami dan menjadi raja di negeri kami. 


Permohonan Paccalaya tersebut dikabulkan, dan berseru “Sombai Karaengnu tu Gowa (Sombalah rajamu hai orang Gowa). Baik Kasuwiang maupun warga yang ada di sekitar itu berseru “Sombangku”. Setelah Tumanurunga resmi menjadi Raja Gowa pertama pada tahun 1320 negeri Gowa kembali menjadi aman.

Masa pemerintahan Tumanurunga berlangsung sejak tahun 1320-1345. Diriwayatkan, Tumanurunga kemudian kawin dengan Karaeng Bayo, yaitu seorang pendatang yang tidak diketahui asal usulnya. Hanya dikatakan berasal dari arah selatan bersama temannya Lakipadada. Dari hasil perkawinan tersebut lahirlah Tumassalangga Baraya yang nantinya menggantikan ibunya menjadi raja Gowa kedua (1345-1370). 
Menjelang abad XVI, pada masa pemerintahan Raja Gowa VI, Tunatangka Lopi, membagi wilayahnya menjadi dua bagian terhadap dua orang putranya, yaitu Batara Gowa dan Karaeng Loe Ri Sero. Batara Gowa melanjutkan kekuasaan ayahnya yang meninggal dunia. Wilayahnya meliputi (1) Paccelekang, (2) Patalassang, (3) Bontomanai Ilau, (4) Bontomanai Iraya, (5) Tombolo, dan (6) Mangasa. Adiknya, Karaeng Loe ri Sero, mendirikan kerajaan baru yang bernama kerajaan Tallo dengan wilayah sebagai berikut: (1) Saumata,(2) Pannampu, (3) Moncong Loe, dan (4) Parang Loe. 
Beberapa kurun waktu, kedua kerajaan itu terlibat pertikaian dan baru berakhir pada masa pemerintahan Raja Gowa IX Karaeng Tumapakrisik Kallonna. Setelah melalui perang, beliau berhasil menaklukkan pemerintahan raja Tallo III I Mangayaoang Berang Karaeng Tunipasuru. Sejak itu, terbentuklah koalisi antara Kerajaan Gowa dan Tallo, dengan ditetapkannya bahwa Raja Tallo menjadi Karaeng Tumabbicara butta atau Mangkubumi (Perdana menteri) Kerajaan Gowa. Begitu eratnya hubungan kedua kerajaan ini sebagai kerajaan kembar, sehingga lahir pameo di kalangan rakyat Gowa dan Tallo dalam peribahasa “Dua Raja tapi hanya satu rakyat (Ruwa Karaeng Se’re Ata). Kesepakatan ini diperkuat oleh sebuah perjanjian yang dibuat dua kerajaan ini ,”iami anjo nasitalli’mo karaenga ri Gowa siagang karaenga ri Tallo, gallaranga iangaseng ribaruga nikelua. Ia iannamo tau ampasiewai Goa-Tallo, iamo macalla rewata”. 
3. Masa Perkembangan Kerajaan Gowa


Pada permulaan abad ke-XVI kerajaan Gowa mengalami kemajuan di bidang Ekonomi dan politik pada masa pemerintahan Raja Gowa IX Daeng Matanre Karaeng Manguntungi bergelar “Tumapakrisik Kallonna”, dan dipindahkanlah Ibukota dari istana kerajaan dari Tamalate ke Somba Opu. Disana beliau membangun sebuah dermaga yang menjadikan Gowa sebagai Kerajaan Maritim yang terkenal di wilayah nusantara bahkan sampai ke luar negeri. Bandar niaga Somba Opu dijadikan bandar transito sehingga ramai dikunjungi pedagang dari luar negeri.



Pada masa Karaeng Tumapakrisik Kallonna itu pula, Gowa telah berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan menaklukkan berapa daerah di sekitarnya, seperti Garassi, Katingan, Mandalle, Parigi, Siang (Pangkajene), Sidenreng, Lempangan, Bulukumba, Selayar, Panaikang, Campaga, Marusu, Polongbangkeng (Takalar), dan lain-lain. selanjutnya Sanrobone, Jipang, Galesong, Agang Nionjok, Tanete (Barru), Kahu, dan Pakombong dijadikannya sebagai Palilik atau kerajaan taklukan Gowa tetapi masih diberi kesempatan memerintah. Mereka diwajibkan membayar sabbukati (bea perang) dan mengakui supremasi Kerajaan Gowa. 



Pada masa Karaeng Tumapakrisik Kallonna ini pula, Gowa mulai dikenal sebagai bandar niaga yang ramai dikunjungi dan disinggahi oleh kapal-kapal untuk melakukan bongkar muat rempah-rempah. Setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511, banyak pedagang dari negara asing yang berdatangan ke Makassar, termasuk orang Melayu pada tahun 1512, juga orang Portugis yang pertama datang ke Makassar (Gowa –Tallo) menjalin hubungan persahabatan dan perdagangan pada tahun 1538. Orang Portugis inilah yang banyak mendapati kapal-kapal Makassar berkeliaran di sekeliling perairan Nusantara, bahkan sampai ke India, Siam (Muangthai) dan Filipina Selatan. 



Untuk memperkuat pertahanan dan kedudukan istana di Somba Opu, Karaeng Tumapakrisik Kallonna memerintahkan untuk membangun sebuah benteng dari gundukan tanah yang mengelilingi istana pada tahun 1525. Benteng tersebut sekarang lebih dikenal dengan nama Benteng Somba Opu. Putra Karaeng Tumapakrisik Kallonna sebagai Raja Gowa X Karaeng Tunipallangga Ulaweng selanjutnya merenovasi benteng tersebut dengan tembok bata serta membangun benteng pertahanan lainnya, antara lain benteng Tallo, Ujung Tanah, Ujung Pandang, Mariso, Panakukang, Garassi, Galesong, Barombong, Anak Gowa dan Kalegowa.



Setelah karaeng Tumapakrisik Kallonna wafat, beliau digantikan oleh puteranya I Manriogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565) sebagai Raja Gowa X beserta mengkubuminya Nappakata`tana Daeng Padulung (Raja Tallo), melanjutkan cita-cita ayahandanya. Beliau memperkuat benteng-benteng pertahanan kerajaan dengan menjadikan Benteng somba Opu sebagai benmteng utama. Politik ekspansinya berjalan dengan baik. Kerajaan yang tidak mau tunduk pada pengaruh Gowa dianggap sebagai saingan yang harus ditaklukkan. Oleh karena itu Ia menyerang Bone yang waktu itu di bawah kekuasaan Raja bone VII, La Tenrirawe Bongkange Matinro Ri Gucina. 

Setelah Tonipallangga meninggal dunia, Ia digantikan oleh Tonibatta (1565) sebagai Raja Gowa XI. Nama lengkapnya adalah I Tajibarani Daeng Marompa, Karaeng Data, Tonibatta. Baginda adalah yang paling pendek masa jabatannya, yakni hanya 40 hari. Baru saja menduduki tampuk kekuasaan, ia langsung mengadakan ekspansi ke kerajaan Bone. Tonibatta tewas dalam keadaan tertetak sehingga digelar Tonibatta. 

Jenazah Baginda dikembalikan ke Gowa diiringi pembesar-pembesar terkemuka kerajaan Bone. Beberapa saat setelah upacara berkabung selesai, dilakukanlah perundingan perdamaian antara kedua kerajaan. Perjanjian itu biasa disebut Ulukanaya ri Caleppa ( kesepakatan di caleppa). Setelah perundingan selesai, Raja Bone beserta penasehatnya Kajaolalido langsung ke Gowa mengikuti pelantikan Raja Gowa XII, Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tonijallo (1565-1590). 
Keadaan damai dimanfaatkan oleh kerajaan bone untuk menyusun aliansi Tellunpoccoe atau “tiga puncak kerajaan Bugis” untuk menghadapi agresi Gowa. Tonijallo memandang aliansi ini sebagai ancaman langsung terhadap supremasi Gowa. Oleh karena itu, pada tahun 1583 ia melancarkan serangan terhadap Wajo. Tujuh tahun kemudian 1590, serangan dilanjutkan kembali tetapi Gowa tetap tidak mampu mengalahkan Tellumpoccoe. Tonijallo sendiri tewas diamuk oleh pengikutnya. 
Sepeninggal Tonijallo, Ia digantikan oleh I Tepu Karaeng Daeng Parambung Karaeng ri Bontolangkasa Tonipasulu sebagai Raja Gowa XIII (1590-1593). Tidak banyak aktifitas yang dilakukannya sebab ia hanya memerintah selama tiga tahun, kemudian dipecat dari jabatannya. Pemecatan dilakukan karena banyak perbuatannya yang buruk, seperti pembunuhan dan pemecatan pejabat kerajaan secara semena-mena. 
Pengganti tonipasulu adalah saudaranya I Manggerangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin Tu Menanga ri Gaukanna, Raja Gowa ke-14, putra Tunijallo. Beliau dinobatkan ketika berumur 7 tahun . Oleh karena itu, pemerintahan kerajaan dijalankan oleh Mangkubumi/Raja Tallo-I yang bernama I Mallingkaang Daeng Manyonri` Karaeng Katangka, Karaeng Matoaya, Tumenanga Ri Agamana, Sultan Awwalul Islam. 
4.Islamisasi Kerajaan Gowa


Penerimaan Islam pada beberapa tempat di Nusantara memperlihatkan dua pola yang berbeda. Pertama, Islam diterima oleh masyarakat bawah, kemudiaan berkembang dan diterima oleh masyarakat lapisan atas disebut bottom up. Kedua, Islam diterima langsung oleh elite penguasa kerajaan kemudian disosialisasikan dan berkembang pada lapisan masyarakat bawah disebut top down. Penerimaan Islam di Gowa menurut penulis sejarah Islam, memperlihatkan pola yang kedua. 



Kerajaan yang mula-mula memeluk Islam dengan resmi di Sulawesi Selatan adalah kerajaan kembar Gowa-Tallo. Tanggal peresmian Islam itu menurut lontara Gowa dan Tallo adalah malam Jum’at, 22 September 1605, atau 9 Jumadil Awal 1014 H. Dinyatakan bahwa Mangkubumi kerajaan Gowa / Raja Tallo I Mallingkaeng Daeng Manyonri mula-mula menerima dan mengucapkan kalimat Syahadat (Ia di beri gelar Sultan Abdullah Awwalul Islam) dan sesudah itu barulah raja Gowa ke-14 Mangenrangi Daeng Manrabia (Sultan Alauddin). Dua tahun kemudian seluruh rakyat Gowa-Tallo memeluk agama Islam berdasar atas prinsip cocius region eius religio, dengan diadakannya shalat Jumat pertama di masjid Tallo tanggal 9 November 1607 / 19 Rajab 1016 H. 



Adapun yang mengislamkan kedua raja tersebut ialah Datu ri Bandang (Abdul Makmur Chatib Tunggal) seorang ulama datang dari Minangkabau (Sumatera) ke Sulawesi Selatan bersama dua orang temannya yakni Datu Patimang (Chatib Sulaeman) yang mengislamkan pula Raja Luwu La Pataware Daeng Parabung dan Datu ri Tiro (Chatib Bungsu) yang menyebar Agama Islam di Tiro dan sekitarnya. 



Sekitar enam tahun kemudian, kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan pun menerima Islam. Penyebarannya di dukung oleh Kerajaan Gowa sebagai pusat kekuatan pengislaman. Kerajaan bugis seperti Bone, Soppeng, Wajo dan Sidenreng, berhubung karena menolak, akhirnya Raja Gowa melakukan perang, karena juga dianggap menentang kekuasaan Raja Gowa. Setelah takluk, penyebaran Islam dapat dilakukan dengan mudah di Kerajaan Bugis. 
B. Zaman Keemasan


Setelah Kerajaan Gowa menerima Islam, semakin menapak puncak kejayaannya. Pada masa pemerintahan Raja Gowa XV I Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Karaeng Lakiung Sultan Malikulsaid (1639-1653), kekuasaan dan pengaruhnya kian meluas dan diakui sebagai pemegang hegemoni dan supremasi di Sulawesi Selatan, bahkan kawasan Timur Indonesia. 



Kemashuran Sultan Malikulsaid sampai ke Eropa dan Asia, terutama karena pada masa pemerintahannya, dia ditunjang oleh jasa-jasa Karaeng Pattingalloang sebagai Mangkubuminya yang terkenal itu, baik dari segi sosok kecendiakawanannya maupun keahliannya dalam berdiplomasi. Tidak heran, Gowa ketika itu telah mampu menjalin hubungan internasional yang akrab dengan raja-raja dan pembesar dari negara luar, seperti Raja Inggris, Raja Kastilia di Spanyol, Raja Portugis, Raja Muda Portugis di Gowa (India), Gubernur Spayol dan Marchente di Mesoliputan (India), Mufti Besar Arabia dan terlebih lagi dengan kerajaan-kerajaan di sekitar Nusantara. 


Kerjasama dengan bangsa-bangsa asing, terutama Eropa sejak Somba Opu menjadi Bandar Niaga Internasional. Bangsa Eropa gemar dengan rempah-rempah telah menjalin hubungan dagang dengan Gowa, seperti Inggris, Denmark, Portugis, Spanyol, Arab, dan Melayu. Mereka telah mendirikan kantor perwakilan dagang di Somba Opu. Dari tahun ke tahun hubungan Kerajaan Gowa dengan bangsa Eropa tidak mengalami ronrongan. Barulah terganggu setelah kehadiran orang-orang Belanda yang ingin memonopoli perdagangan dan menjajah. 



Tanggal 5 November 1653 Sultan Malikulsaid wafat setelah mengendalikan pemerintahan Gowa selama 16 tahun. Beliau digantikan oleh puteranya I Mallombasi Daeng Mattawang Sultan Hasanuddin yang menjadi raja Gowa XVI (1653-1669). Dimasa Hasanuddin inilah ketegangan Gowa dengan Belanda kian meruncing. Hal tersebut karena sikap beliau sangat tegas dan tak mau tunduk pada Belanda. Tahun 1654-1655 terjadi pertempuran hebat antara Gowa dan Belanda di kepulauan Maluku. April 1655 armada Gowa yang langsung dipimpin Hasanuddin menyerang Buton, dan berhasil mendudukinya serta menewaskan semua tentara Belanda di negeri itu. 



Setelah Belanda melihat kenyataan peperangan di Kawasan Timur Nusantara banyak menimbulkan kerugian menghadapi Gowa. Belanda dengan berbagai siasat menawarkan perdamaian. Tahun 1655 Belanda mengutus Willem Vanderbeck bersama Choja Sulaeman menghadap Sultan membawa pesan damai dari Gubernur jenderal Joan Maectsuyker tetapi tidak berhasil. Tanggal 17 Agustus 1655 tercapai perjanjian perdamaian 26 pasal sebagai hasil perundingan antara utusan Gowa yang diwakili Karaeng Popo dengan Gubernur Jenderal Belanda yang diwakili Dewan Hindia, Van Oudshoon. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Panglima perang Belanda Mayor Van Dam di Batavia. 



Perjanjian itu kemudian oleh Sultan dianggap sangat merugikan Gowa, terutama atas pasal larangan orang-orang Makassar berdagang di Banda dan Ambon, maka Gowa akhirnya menolak perjanjian itu. Tanggal 20 November 1655 utusan Gubernur Jenderal Joan Maetsyuiker untuk sekian kalinya mencoba lagi menawarkan perdamaian dengan mengutus van Wesenhager, tetapi Gowa menolaknya karena tuntutannya merugikan Gowa. Demikian berbagai siasat perdamaian yang diajukan Belanda selalu gagal sehingga permusuhan tidak terelakkan, sehingga terjadi pertempuran poun terus bergolak antara Gowa dengan Belanda, mulai dari perairan Maluku, Banda sampai Makassar. 



Karena Belanda putus asa menghadapi kegigihan rakyat Gowa dibawa pimpinan Sultan Hasanuddin, maka pada bulan Oktober 1666 Belanda menggerakkan armada persenjataannya yang paling kuat dibawa pimpinan Cornelis Speelman ke perairan Indonesia bagian timur, guna meruntuhkan kerajaan Gowa dan pengaruh hegemoninya. Dengan dibantu pasukan Bone dan pengikut Aruppalakka, dan pasukan Ambon dibawa pimpinan Kapten Yonker dalam perang melawan Gowa. Posisi Gowa saat itu, tidak hanya berperang melawan bangsa asing tetapi juga bangsanya sendiri.



Tahun 1667 perang besarpun bergolak antara Pasukan Gowa dengan Belanda. Karena kekuatan tidak seimbang, menyebabkan benteng milik Gowa satu persatu direbut Belanda dan sekutunya, seperti benteng galesong, Barombong melalui pertempuran sengit yang banyak menelan korban kedua belah pihak. 

Melihat Gowa dalam posisi yang kurang menguntungkan, Speelman mengajukan tawaran perundingan. Tawaran tersebut diterima Sultan dengan pertimbangan, bukan karena takut berperang tetapi demi menghindari bertambahnya pertumpahan darah yang lebih banyak di kalangan orang-orang Makassar maupun sesama bangsa sendiri. Atas pertimbangan itu, Sultan Hasanuddin terpaksa menerima perdamaian dengan Belanda dengan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.

Dengan perjanjian Bongaya, Rakyat Gowa sangat dirugikan maka perangpun kembali berkecamuk. Pertempuran hebat itu membuat Belanda cemar, sehingga menambah bala bantuan dari batavia. Dalam pertempuran dahsyat Juni 1669 yang cukup banyak menelan korban di kedua belah pihak, akhirnya Belanda berhasil merebut benteng pertahanan yang paling kuat di Somba Opu. Benteng Somba Opu diduduki Belanda sejak 12 Juni 1669 dan kemudian dihancurkan, setelah pasukan Gowa mempertahankannya dengan gagah berani. 



Perkembangan selanjutnya setelah Sultan Hasanuddin, Raja-raja Gowa masih terus melakukan perlawanan dengan Belanda. Hal itu dibuktikan dengan gigihnya perlawanan Raja Gowa XVIII Sultan Muhammad Ali (Putra Sultan Hasanuddin) yang gugur dalam tahanan Belanda di Batavia (Jakarta) pada tahun 1680. Raja Gowa XXVI Batara Gowa II setelah tertangkap dan diasingkan ke Sailon. Tidak terhitung putra-putri terbaik Gowa lainnya telah berjuan dan gugur di medan perang membela tanah airnya. 


C. Masa Kemunduran dan Keruntuhan 


Peperangan demi peperangan melawan Belanda dan bangsanya sendiri (Bone) yang dialami Gowa, membuat banyak kerugian. Kerugian itu sedikit banyaknya membawa pengaruh terhadap perekonomian Gowa. Sejak kekalahan Gowa dengan Belanda terutama setelah hancurnya benteng Somba Opu, maka sejak itu pula keagungan Gowa yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya akhirnya mengalami kemunduran. Akibat perjanjian Bongaya, pada tahun 1667 sultan Hasanuddin Tunduk. Dalam perjanjian itu, nyatalah kekalahan Makassar. Pardagangannya telah habis dan negeri-negeri yang ditaklukkannya harus dilepaskan. Apalagi sejak Aru Palakka menaklukkan hampir seluruh daratan Sulawesi Selatan dan berkedudukan di Makassar, maka banyak orang Bugis yang pindah di Makassar. Sejak itu pula penjajahan Belanda mulai tertanam secara penuh di Indonesia. 

Makassar, sebagai ibukota kerajaan Gowa mengalami pengalihan-pengalihan baik dari segi penguasaan maupun perkembangan-perkembangannya. Pengaruh kekuasaan gowa makin lama makin tidak terasa di kalangan penduduk Makassar yang kebanyakan pengikut Aru Palaka dan Belanda . benteng Somba Opu yang selama ini menjadi pusat politik menjadi kosong dan sepi. Pemerintahan kerajaan Gowa yang telah mengundurkan diri dari Makassar ( Yang berada dalam masa peralihan) ke Kale Gowa dan Maccini Sombala tidak dapat dalam waktu yang cepat memulihkan diri untuk menciptakan stabilitas dalam negeri. Namun demikian Sultan Hasanuddin telah menunjukkan perjuangannya yang begitu gigih untuk membela tanah air dari cengkraman penjajah. Sebagai tanda jasa atas perjuangan Sultan Hasanuddin, Pemerintah Republik Indonesia atas SK Presiden No. 087/TK/1973 tanggal 10 November 1973 menganugerahi beliau sebagai Pahlawan Nasional. 

Demikian Gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan sejak Raja Gowa pertama, Tumanurung (abad 13) hingga mencapai puncak keemasannya pada abad XVIII kemudian sampai mengalami transisi setelah bertahun-tahun berjuang menghadapi penjajahan. Dalam pada itu, sistem pemerintahanpun mengalami transisi di masa Raja Gowa XXXVI Andi Idjo Karaeng Lalolang, setelah menjadi bagian Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu, berubah bentuk dari kerajaan menjadi daerah tingkat II Otonom. Sehingga dengan perubahan tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus Bupati Gowa pertama.