Minggu, 21 September 2014

Budaya Sul-Sel

Rumah Adat Toraja (Tongkonan)
Rumah Adat Toraja atau yang biasa disebut dengan Tongkonan, kata tongkonan sendiri berasal dari kata tongkon yang bermakna menduduki atau tempat duduk. Dikatakan sebagai tempat duduk karena dahulu menjadi tempat berkupulnya bangsawan toraja yang duduk dalam tongkonan untuk berdiskusi. Rumah adat ini selain berfungsi sebagai tempat tinggal juga memiliki fungsi sosial budaya yang bertingkat-tingkat di masyarakat. Masyarakat Suku Toraja menganggap rumah tongkonan itu sebagai ibu, sedangkan alang sura (lumbung padi) dianggap sebagai bapak
.
Rata-rata rumah orang Toraja menghadap ke arah utara, menghadap ke arah Puang Matua sebutan bagi orang Toraja kepada Tuhan YME dan untuk menghormati leluhur mereka dan dipercaya akan mendapatkan keberkahan di dunia.
Di daerah Tana Toraja pada umumnya merupakan tanah pegunungan batu alam dan kapur dengan ladang dan hutan yang masih luas, dilembahnya itu terdapat hamparan persawahan.
Rumah Tongkonan adalah rumah panggung yang dibangun atau didirikan dari kombinasi lembaran papan  dan batang kayu. Kalau dilihat, denahnya berbentuk persegi panjang mengikuti bentuk praktis dari material kayu. Material kayu dari kayu uru, yaitu sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi. Kayu uru banyak ditemui dihutan-hutan didaerah Toraja dan kualitas dari kayu uru cukup baik, kayu-kayu ini tidak perlu dipernis atau di pelistur, kayu dibiarkan asli .
Rumah Toraja atau Tongkonan ini dibagi menjadi 3 bagian:
1.       Kolong (Sulluk Banua)
2.       Ruangan rumah (Kale Banua)
3.       Atap (Ratiang Banua)
Pada bagian atap rumah Tongkonan, bentuknya melengkung seperti tanduk kerbau. Terdapat jendela kecil disisi timur dan barat pada bangunan, bertujuan sebagai tempat masuknya sinar matahari dan aliran angin.
Dalam pembangunan rumah adat Tongkonan ada hal-hal yang harus diperhatikan dan tidak boleh untuk di langgar, yaitu:
1.       Rumah diharuskan menghadap ke utara, letak pintu di bagian depan rumah, dengan keyakinan langit dan bumi itu merupakan satu kesatuan, dan bumi dibagi kedalam 4 penjuru mata angin, yaitu:
1.  Utara disebut Ulunna langi, yang paling mulia di mana Puang Matua berada (keyakinan masyarakat Toraja).
2.     Timur disebut Matallo, tempat matahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan atau kehidupan.
3.      Barat disebut Matampu, tempat metahari terbenam, lawan dari kebahagiaan atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kematian.
4.   Selatan disebut Pollo’na langi, sebagai lawan bagian yang mulia, tempat melepas segala sesuatu yang tidak baik atau angkara murka.
2.      Pembangunan rumah tradisional  Tongkonan biasanya dilakukan secara gotong royong. Rumah Adat Tongkonan dibedakan menjadi 4 macam:

  1.       Tongkonan Layuk, rumah adat tempat membuat peraturan dan penyebaran aturan-aturan.
  2.     Tongkonan Pakamberan atau Pakaindoran, rumah adat tempat dilaksanakannya aturan-aturan. Biasanya dalam satu daerah terdapat beberapa tongkonan, yang semuanya bertanggung jawab pada Tongkonan Layuk.
3.  Tongkonan Batu A’riri, rumah adat yang tidak mempunyai peranan dan fungsi adat, hanya sebagai tempat pusat pertalian keluarga.
4.    Barung-barung, merupakan rumah pribadi. Setelah beberapa turunan (diwariskan), kemudian disebut Tongkonan Batu A’riri.
Kenapa harus tanduk Kerbau? bagi orang Toraja, kerbau selain sebagai hewan ternak juga menjadi lambang kemakmuran dan status. Oleh sebab itu kenapa tanduk atau tengkorak kepala kerbau di pajang dan disimpan di bagian rumah, karena sebagai tanda bawasannya keberhasilan  si pemilik rumah mengadakan sebuah upacara atau pesta.
Pada dasarnya, Suku Toraja yang ada sekarang ini bukanlah suku asli, tetapi merupakan suku pendatang. Menurut mitos atau kepercayaan yang sampai saat ini masih dipegang teguh, suku Toraja berasal dari khayangan yang turun pada sebuah pulau Lebukan.
Kemudian, secara bergelombang dengan menggunakan perahu mereka datang ke Sulawesi bagian Selatan. Di pulau ini mereka berdiam disekitar danau Tempe dimana mereka mendirikan perkampungan. Perkampungan inilah yang makin lama berkembang menjadi perkampungan Bugis. Diantara orang-orang yang mendiami perkampungan ini ada seorang yang meninggalkan perkampungan dan pergi ke Utara lalu menetap di gunung Kandora dan di daerah Enrekang. Orang inilah yang dianggap merupakan nenek moyang suku Toraja.
Sistim pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim federasi. Daerah Toraja dibagi menjadi 5 daerah yang terdiri atas :
1.       Makale
2.       Sangala
3.       Rantepao
4.       Mengkendek
5.       Toraja Barat.
Daerah-daerah Makale, Sangala dan Mengkendek dipimpin masing-masing oleh seorang bangsawan yang bernama PUANG. Daerah Rantepao dipimpin oleh bangsawan yang bernama PARENGI, sedangkan daerah Toraja Barat dipimpin oleh bangsawan bernama MA'DIKA.
 Ada semacam perbedaan yang sangat menyolok antara daerah yang dipimpin oleh PUANG dengan daerah yg dipimpin oleh PARENGI dan MA'DIKA didalam menentukan lapisan sosial yang terdapat didalam masyarakat. Pada daerah yang dipimpin oleh PUANG masyarakat biasa tidak akan dapat menjadi PUANG, sedangkan pada daerah Rantepao dan Toraja Barat masyarakat biasa dapat saja mencapai kedudukan PARENGI atau MA'DIKA kalau dia pandai. Hal inilah mungkin yang menyebabkan daerah Rantepao bisa berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan yang terjadi di Makale.
 Kepercayaan, kepercayaan di Tana Toraja dikenal pembagian kasta seperti yang terdapat didalam Agama Hindu-Bali. Karena itulah sebabnya kepercayaan asli suku Toraja yaitu ALUKTA ditetapkan pemerintah menjadi salah satu sekte dalam agama Hindu-Bali. Kelas atau kasta ini dibagi menjadi  4:
1.       Kasta Tana' Bulaan
2.       Kasta Tana' Bassi
3.       Kasta Tana’Karurung
4.       Kasta Tana' Kua-kua
Adat Istiadat, adat istiadat diToraja sangat dikenal dengan upacara adatnya. Didalam menjalankan upacara dikenal 2 macam pembagian yaitu:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar